Sabtu, 24 Januari 2015

Kisahku Hari Ini

Kisahku Hari Ini
 (oleh Greeneshelf)

   Cinta? Anugrah Allah-kah atau nafsu manusia? Tapi cinta itu indah. Cinta itu memabukkan. Membuat orang yang berpikir jernih jadi hilang kendali. Membuat orang yang awalnya khilaf jadi terkendali. Itulah cinta. Cinta bisa datang kapan saja dan dimana saja tanpa diri kita sadari. Tapi cinta itu halus. Sangat halus. Maka dari itu, cinta mudah hilang jika tidak dijaga. Dan cinta itu mudah singgah dihati setiap insan. Seperti cinta yang tiba-tiba datang pada hatiku ini. Entahlah, aku tak tahu! Ini rasa cinta atau hanya sekedar kagum. Kenyataannya, hatiku sendiri juga tak tahu. Mungkin hanya Allah-lah yang tahu. 
   Sabrina. Namaku Annisa Dzikrul Sabrina. Setiap orang pasti bisa menebak arti dari namaku. “Perempuan yang selalu berdzikir dan bersabar”, itulah artinya. Indah bukan? Tapi, aku bukannya menyombong. Seringkali aku berpikir bahwa nama itu terkadang kurang sesuai denganku. Dzikir artinya mengingat Allah. Sementara aku, masih belum sesempurna itu. Aku masih manusia biasa yang banyak zalimnya. Tapi aku selalu mencoba agar diriku bisa menjadi seperti arti namaku, dan memang pantas memakai nama itu. Amin Ya Allah.
   Sore itu, selasa 8 April 2014, dalam perjalanan pulang sekolah, tanpa sengaja aku menemukan salah satu dari sosoknya. Sosok yang selama ini terselip dalam setiap do’aku. Namun sejujurnya, aku tak terlalu berharap pada sosok yang aku temui itu. Hanya saja, hati ini mengatakan bahwa dia mungkin salah satu dari Junaidil-Nya. Ah, terlalu berlebihankah aku? Tapi sungguh, ketika ku melihat sosoknya untuk pertama kali, aku merasa ada jiwa priayi dalam pribadinya. Menunduk dalam kealiman dan terbalut dalam pakaian islami. Dia mengenakan saroong dan baju koko coklat yang semakin membuatnya tambah berwibawa. Sosok itu selalu menunduk dalam malu-malu.  Mungkin dia terlalu menjaga syahwatnya. Subhanallah, apakah ia salah satu santri pondok pesantren? Aku tak tahu.
   Hari itu, aku dan sosok alim tadi menaikki angkutan umum yang sama. Dengan seizin Allah, terjadilah tragedi yang mungkin tak kan pernah terlupakan dalam hidup kami. Angkutan umum yang kami naiki tiba-tiba kehabisan bahan bakar. Otomatis, sopir angkutan kami pergi mencari bahan bakar dan ia meninggalkan kami sendirian. Hanya berdua. Hanya ada aku dan sosok alim itu didalam angkutan umum tadi. Keadaannya makin canggung, manakala sang sopir tak kunjung datang. Sebenarnya tidak masalah, hanya saja aku merasa kurang nyaman terjebak di dalam angkutan umum bersama orang yang tak kukenal. Apalagi ia seorang lelaki yang sangat menjaga syahwatnya. MasyaAllah!!
   Dalam keadaan itu, aku mencoba berdzikir agar syaitan tak datang diantara kami. Namun sayang, syaitan itu terlalu kuat untuk kuhalangi datang. Dzikirku ternyata tak mempan menahan godaan syaitan itu. Syaitan pun perlahan menyusup kedalam mataku. Ah, aku kalah! Syaitan itu terus membujukku untuk melirik sesaat pada sosok alim yang duduk didepanku itu. Tanpa terduga, mata kami bertemu, dan dengan spontannya sosok itu menunduk kembali. Sejenak ku lihat bibirnya lirih berkata istighfar. Akupun akhirnya ikut menunduk. Astaghfirullahal’adzim, aku malu sekali. Aku seperti Zulaikha yang ketahuan membujuk Yusuf untuk berzina. Ya Robb, ampuni dosa hambaMu ini!
   Untungnya, keadaan canggung ini tak berlarut semakin lama. Sopir yang meninggalkan kami tadi telah kembali, dan angkutan umum ini akhirnya melaju lagi. Menuju tempat pemberhentian terakhir, yaitu Alun-Alun Kota Kediri. Sayangnya, hari itu, aku dan si alim sepertinya kurang beruntung. Ketika sampai di Alun-Alun, hujanpun tiba-tiba datang. Bisa tidak bisa kami harus turun, karena memang disitu tempat terakhir pemberhentian angkutan yang kami naikki. Sosok alim itu turun terlebih dahulu. Dia berlari menuju halte bis yang terletak di selatan alun-alun kota. Kulihat pakaiannya sedikit basah karena terkena hujan. Subhanallah, ada rasa tak menentu dihatiku ketika melihatnya berlari dalam hujan. Siapakah dia sebenarnya Ya Allah?
   Akupun akhirnya menyusulnya turun dan berjalan ke arah halte bis, dimana sosok alim itu kini berdiri. Aku tak berlari, meskipun hujan saat itu cukup lebat. Kubiarkan air hujan ini membasahi pakaianku. Aku tak mau cepat-cepat menuju ke halte itu. Aku takut kami akan berada pada keadaan seperti di angkutan umum tadi. Maka dari itu, kuperlambat langkah kaki ini dan membiarkan hujan memeluk tubuhku dengan dinginnya. Biarlah badan ini basah, asalkan hatiku tidak basah karena banyak memikirkan sosok yang bukan mahromku itu.
   Namun, siapa yang bisa menjamin kalau kondisi seperti tadi tidak akan terulang dua kali? Hidup itu seperti sejarah. Dimana tragedi yang satu telah berakhir, maka akan muncul tragedi yang lain. Seperti kejadianku bersama sosok alim yang kini tanpa sengaja sosok itu melihat kearahku. Dalam keadaan basah kuyup, aku terus berjalan menuju ke tempat ia berdiri. Entah apa yang ia lihat pada diriku. Mungkin rasa kasihan pada seorang gadis yang basah kuyup atau apapun itu, aku seperti terhipnotis. Terus berjalan kearahnya dan memandangi tatapannya cukup lama sekali. Seperti halnya tadi, ia tiba-tiba menunduk dan bibirnya tampak berkomat-kamit. Pasti dia beristighfar lagi. Sekarang aku merasa seperti kisah-kisah di ftv yang sering kulihat. Mungkin rasanya seperti ini ya. Pantas saja banyak aktris yang terlibat cinta lokasi. 
   Pada akhirnya, tibalah dipenghujung kisah kami ini. Bis yang kami tunggu telah datang. Dan mungkin inilah angkutan umum terakhir yang kami naiki untuk menuju tujuan kami masing-masing. Rumah. Sayangnya, kami tak satu angkutan lagi. Dia menaiki bis yang berbeda jurusan denganku. Samar-samar, sebelum ku melihat sosoknya hilang kedalam bis, ku mendengar dia berucap lirih ketika masih di halte tadi. “Annabi”, itulah katanya. Mungkinkah itu namanya? Aku tak tahu. Yang  jelas kisah ini telah kupatenkan dalam memoriku. Dan sore yang hujan itu, menjadi saksi atas kisahku hari ini.
   Ku memandang keluar jendela bis. Menyaksikan kotaku terbalut dalam hujan. Sosok itu, jika Allah berkehendak, pasti kita akan bertemu lagi. Entah dengannya lagi, atau dengan sosok lain yang menyerupainya. Aku tak tahu. Tapi rahasia Allah itu pasti indah dan terbaik bagi setiap hambaNya yang bersyukur. Amin...  
 “Jika Cinta itu Diba-an, maka aku adalah seorang pendaki
Yang telah sampai dipuncak rindu
Untuk menantikan detik-detik pertemuan denganMu,
Seperti halnya para perindu Rasulullah SAW
Yang telah sampai pada bagian Mahallul-Qiyam”

0 komentar:

Posting Komentar